"Moko ondok" (bekeng tako), saat kita membicarakan tentang pernikahan
di dunia yang udah moderen ini, karena banyak pasangan yang udah
bertahun tahun pacaran mengurungkan niat mereka untuk menikah, yang
lebih parah lagi, banyak pasangan yang telah mengubur dalam dalam mimpi
mereka untuk naik ke pelaminan. Apa penyebab semua ini? Usut para usut
ternyata ini di sebabkan adat yang tak pernah ada dalam sejarah Bolaang
mongondow sedari jaman tete moyang dulu, yaitu adat "baku tindis", adat
ini sengaja di buat buat oleh orang orang yang ingin "pamer anak
mantu,mana lebe sukses deng sapa punya lebe kaya'', jelas sifat ini sudah
mengenyampingkan cinta antara dua insan yang menjalaninya, nampak jelas
tembok yang di bangun oleh mereka (para orang tua) sangatlah tinggi
"kalo bukang 200 juta jang datang kamari" atau, "kalo bukang jendral pe
anak, blum stau!".
Cerita kali ini , dikirimkan oleh seorang pembaca blog ini, namanya
di samarkan saja seperti pengirim pengirim cerita yang lain, biar nggak
terjadi gesekan dan kerusuhan antar sesama pembaca atau sesama orang
kota. Langsung ajaa...
From: Maman abdulrahman ganggali (samaran)
"Qt so suka' skali moo kaweng deng tape maytua, mar depe orang tua
ada minta akang 100 juta for moo ba harta akang, ntau doi dri mana qt
moo pete for kase pa depe orang tua zam, tamba le pesta samua qt yang
musti tanggung. Co bayangkan kwa', depe anak qt ada dapa cuma deng vocer
100 ribu, masa' kong moo kaweng musti deng doi bagitu banya? Kan ini so
ndak maso akal, dorang pe alasan minta bagitu banya, gara gara dong pe
tetangga da kaweng kong pihak laki2 da ba harta 75 juta, jadi qt musti
lebe dari itu kata supaya ndak bekeng malu. doh lama lama ta so malas
moo ba fikir kaweng, tau tau batungan jo trus! Kong bermain jadi papa'
deng mama', sama kwa' depe sadap. Sempat tafikir pa qt moo sebunting
kasana supaya mau tidak mau musti moo se kaweng, mar depe orang tua so
ancam pa qt, dong da se baca akang pasal pasal tentang hamil di luar
nikah, sampe ancaman hukuman pencabulan, kalo so bagini sapale brani moo
ba rupa rupa!".Mendengar cerita dari maman, membuat gue tertawa
terbahak bahak, karena memang apa yang di katakan maman itu benar.
perkawinan harusnya didasari oleh cinta, bukan harta,pangkat ataupun
jabatan. "Hedeeh" Kehidupan di kota ini memang sangat lucu," sasadiki
baku tindis, kalo di sabla anak mantu kadis pe anak, noh disini musti
sekot pe anak, disabla anak mantu bupati pe anak, disni musti gubernur
pe anak! Lama lama somo gila samua ni orang dari ndak moo kaweng
kaweng".
Melihat realita yang terjadi di kota ini, membuat gue yakin bahwa udah
terjadi pergeseran adat yang sangat parah, bahkan adat "baku tindis" ini
bisa menghancurkan moral para pemuda di kota ini, karena adat "Baku tindis " tak punya landasan yang jelas!
adat ini sudah Mengenyampingkan sifat manusiawi dan malah
mengedepankan materialisme. Dalam kasus yang berbeda dalam adat
"baku tindis", merka (para orang tua)berlomba lomba mencari anak mantu
yang mempunyai, Kobong (bae bae talebet baca itu), tambang mas, rumah, mobil, bahkan perhiasan
mewah, (keng apaleh kalo so bagini).
Akhirnya gue harus mengakhiri tulisan ini, menurut gue, kewarasan
dalam hidup haruslah di tunjukan dalam setiap ucapan,tindakan,dan
fikiran kita. Pesan gue buat para ortu yang tergolong matrealis, ingat
bahwa orang besar berawal dari orang kecil,, soo... Berikan motivasi
kepada anak mantu anda agar suatu saat nanti bisa menjadi orang yang
besar, dan mampu membesarkan nama keluarga anda kelak. "Jang iko suru ba
kuda cari doi 100 juta, sabantar moo jadi papancuri dia".... Heheheheh,
thanks for read..
Catatan: - artikel ini sudah mendapat persetujuan dari narasumber untuk di posting.
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi para pembaca yang ingin memberikan kritik,saran atau menggangkat topik dan cerita silahkan kirimkan saja ke alamat email ini: zamzammokodompit@gmail.com